ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TERPENOID YANG AKTIF ANTIBAKTERI PADA HERBA MENIRAN
Ekstraksi dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Sokletasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba
meniran disokletasi dengan 5 L pelarut n – heksana. Ekstrak n
-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana
dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
2. Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba
meniran dimaserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan lalu
dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50
mL n – heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan
dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia
dan uji aktivitas antibakteri.
Uji aktivitas antibakteri
Ekstrak n-heksanaa diuji
aktivitasnya terhadap bakteri Eschericia colidan Staphyloccocus aureus dengan
tahap– tahap sebagai berikut :
1.
Diambil
sebanyak satu koloni biakan bakteri Eschericia coli dengan menggunkan jarum ose yang dilakukan secara
aseptis.
2. Dimasukkan
ke dalam tabung yang berisi 2 mL Mueller-Hinton broth kemudian diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 35ºC .
3.
Suspensi
bakteri homogen yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media
Mueller Hinton agar, secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
4.
Kemudian
ditempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya
5.
(n-heksana)
yang digunakan sebagai kontrol.
6.
Lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC
7.
Dilakukan
pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.7.
8.
Untuk
biakan bakteri Staphyloccocus aureus dilakukan
dengan cara yang sama sepertibiakan bakteri Eschericia coli, namun suhunya berbeda yaitu pada suhu 37ºC.
Ekstrak yang positif terpenoid dan
paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan fase
diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3:7).Fraksi-fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap :
1.pemurnian
menggunakan kromatograi lapis tipis.
2.Isolat yang relatif murni selanjutnya
diidentifikasi menggunakan kromatogafi gas–spektroskopi massa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ekstraksi dengan cara
sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana pada kedua cara
tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya
warna ungu setelah ekstrak n-heksana
direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard. Hasil uji aktivitas
antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi memberikan daya
hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrak n-heksana hasil
maserasi.Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan mengunakan
kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi yang dipaparkan pada Tabel 1
no
|
fraksi
|
Jumlah noda
|
Rf
|
Warna ekstrak
|
1
|
A (1-27)
|
1
|
0,725
|
Kuning
|
2
|
B(28-33)
|
2
|
0,690
dan 0,600
|
Kuning muda
|
3
|
C (34-)
|
1
|
0,580
|
kuning
|
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa
fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitumemberikan warna merah muda (positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna
ungu muda(positif triterpenoid) pada
fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi
Lieberman-Burchard.
Nama
fraksi
|
Warna
larutansebelum direaksikandengan pereaksiLieberman-Burchard
|
Warna
larutansesudah direaksikandengan pereaksiLieberman- Burchard
|
Keterangan
|
Fraksi A
|
Kuning muda
|
Merah muda
|
Positif terpenoid (diterpenoid)
|
Fraksi B
|
Kuning muda
|
Hijau kebiruan
|
Negatif
terpenoid (steroid)
|
Fraksi C
|
Kuning
|
Ungu muda
|
Positif
terpenoid (triterpenoid)
|
Reagen
Lieberman Burchard ini biasa digunakan
untuk mengidentifikasi secarakualitatif suatu kolesterol. Biasanya reagen
Lieberman Burchard digunakan dengan caramenyemprotkan
larutannya pada kolesterol yang sudah di-kromatografi-kan (TLC). Apabilamengandung Triterpenoid, maka akan memberikan warna
merah sedangkan apabila mengandung
Steroid, akan memberikan warna biru dan hijau. Reagen Lieberman Burchard dibuat dari Asam sulfat pekat (10 mL) dan Anhidrida
Asetat (10 mL). Metanol dan Etanol dapat
digunakan untuk melarutkan sampel yang akan diidentifikasi.
Pada artikel dijelaskan bahwa Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n – heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Permasalahan nya disini adalah apa pengaruh penyabunan pada ekstrak itu sendiri dan kemudian mengapa harus dilakukan penyabunan?
BalasHapusReaksi penyabunan merupakan reaksi hidrolisis lemak atau minyak dengan menggunakan basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH) sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Reaksi penyabunan disebut juga reaksi saponifikasi. Jika minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alkohol maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
BalasHapusSabun yang terbentuk dipisahkan secara ekstraksi menggunakan pelarut nonpolar n-heksana. Pelarut nonpolar ini akan menarik komponen yang tidak tersabunkan. Selanjutnya pelarut nonpolar ini diuapkan (68,742 oC) untuk mendapatkan residu berupa campuran dari komponen tidak tersabunkan dan sisa asam lemak (Gustiani, 2008)
Reaksi penyabunan ialah jumlah alkali (basa) yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah kandungan yang terdapat pada ekstrak. Basa yang digunakan ini adalah dapat KOH atau NaOH. Lalu dipanaskan larutan tersebut hingga tercampur semua. Dengan menggunakan metanol sekian % karena sebagai pelarut dimana terdiri dari komposisi metanol dan air , agar KOH dapat larut dengan baik dengan metanol tersebut. KOH sendiri bersifat higroskopis sehingga dapat mengikat kandungan air dan metanol tersebut.Pada proses penyabunaan tersebut menggunakan KOH, karena KOH di sini memiliki sifat basa kuat yang dapat menghasilkan ekstrat yang nantinya dapat diidentifikasi lagi. Jadi, dengan adanya penyabunaan ini ekstrat yang terkandung terdapat minyak yang akan terangkat.
BalasHapus