Selasa, 04 Desember 2012

Isolasi Flavonoid


Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang Temu
                                                Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

BAHAN DAN METODE
Bahan dan alat
Bahan penelitian yang digunakan adalah rimpang temu ireng yang berasal dari Kabupaten Bantul,Yogyakarta. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah petroleum eter p.a (E Merck), kloroform p. a (BDH), n-butanol, p.a. (E Merck), dan metanol p.a (E Merck). Untuk uji warna digunakan ammonium hidroksida (Baker analized reagent), vanilin, HCl (E Merck), AlCl3 (E Merck), FeCl3(E Merck), dan Shinoda test. Selain itu digunakan bahan lain yaitu: plat TLC SG 60 F254(E Merck), Silika Gel Kieselgel 60, 43-60 μm (230-400 mesh ASTM: E Merck). Alat yang digunakan untuk penelitian ini berupa seperakat alat ekstraksi Soxhlet, pemanas mantel, evaporator Buchii, kolom kromatografi, lampu UV (Camac UV-cabinet II), bejana pengembang,
spektrofotometer UV-Vis (UV, Milton Roy- Spectronic-300-Array), spektrofotometer infra merah (IR, Shimadzhu FTIR-8201 PC) dan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS, Shimadzu QP-5000).
Isolasi flavonoid
Rimpang temu ireng sebanyak 1 g dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh diuapkan, sampai volume pelarut tinggal setengahnya. Adanya flavonoid diuji dengan
Shinoda Tes. Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu kamar sampai kering. Rimpang kering dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakan pelarut petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing selama 8 jam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid kernudian ditentukan adalah kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak nbutanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume. Ekstrak methanol tidak dicari eluen yang sesuai. Persiapan pertama kromatografi kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silica dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, lalu dibiarkan semalam. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam botol sampel. Untuk pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VIS pada λ = 254 nm dan λ = 366 nm dan TLC, serta secara kimia menggunakan uji warna. Fraksi tunggal yang mempunyai harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan pelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.
Untuk lengkapnya 
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=405508033820049647#editor/target=post;postID=5996329447649411115

 

3 komentar:

  1. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap.

    Permasalahannya di sini adalah kenapa ekstrak pekat tersebut dilarutkan dalam eluen yang kurang polar kenapa tidak dilarutkan dalam eluen yang polar atau nonpolar?

    BalasHapus
  2. penamabahan eluen yang kurang polar karena jika ditambahkan eluen yang polar maka air dan senyawa lain akan ikut terlarut dalam larutan,sehingga ditambahkan pelarut yang kurang polar agar air dan senyawa lain tidak ikut larut jika ikut pun hanya sedikit

    BalasHapus
  3. menurut saya hal ini mungkin diKarenakan Jika eluen yang digunakan terlalu polar maka sampel akan semakin terbawa oleh eluen yang bergerak sehingga noda yang dihasilkan kurang begitu baik. Hal ini terjadi karena gaya tarik dipol antara sampel-fase gerak (eluen) lebih besar daripada gaya tarik dipol antara sampel-fase diam (pelat silika) dan Jika eluen yang digunakan kurang polar maka sampel akan kurang terbawa oleh eluen sehingga noda yang timbul seolah-olah bertumpuk-tumpuk sedikit di atas totolan sampel. Hal ini dikarenakan kurangnya kepolaran eluen.

    BalasHapus